Info : 0857 1100 4404

18
Okt

Akhlak Mulia

Oleh: Dr. Mohammad Nasih (Pengajar di Program Pascasarjana Ilmu Politik UI dan FISIP UMJ; Guru Utama di Rumah Perkaderan Monash Institute)

Nabi Muhammad bersabda: “Sungguh, aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”. Pernyataan Nabi ini dipahami secara keliru oleh kebanyakan orang. Akhlak mulia dalam hadits tersebut dipahami sekedar perilaku yang baik dan terbatas pada sekedar sopan santun dalam pergaulan sehari-hari. Sementara praktik akhlak dalam pengertian awam ini sangat beragam tergantung ruang dan waktu. Cara menghormati orang lain misalnya, sangat berbeda bahkan bertentangan antara satu budaya dengan budaya lain. Sekedar contoh nyata, oleh suku Maasai di Kenya dan Tanzania, meludahi muka justru dianggap sebagai ungkapan puncak penghormatan dan kasih sayang. Sementara di banyak tempat dengan budaya lain, tindakan itu justru dianggap sebagai penghinaan berat.

Sesungguhnya, yang dimaksud dengan akhlak dalam sabda Nabi Muhammad tersebut adalah segala pikiran dan perilaku yang berada dalam kerangka panduan Allah. Para utusan Allah sebelum Nabi Muhammad telah mendapatkan panduan untuk memimpin dan membimbing umat mereka. Dengan ketentuan-ketentuan dari Allah tersebut, mereka menjadi ummat yang beradab tinggi.

Akhlaq berasal dari kata kha-la-qa, yakh-lu-qu, khu-lu-qan, berarti menciptakan atau membuat. Dari makna dasar ini, akhlaq berarti sesuatu yang dibuat-buat. Pada dasarnya manusia, sebagai makhluk yang bebas, bisa melakukan apa saja yang mereka inginkan. Namun, sebagai makhluk yang beriman, mereka harus berpikir dan bertindak sesuai dengan panduan Allah Swt.. Ada batas-batas yang tidak boleh dilanggar. Dan batas-batas itu diciptakan oleh Allah sebagai kriteria yang objektif untuk menilai mana orang-orang bertakwa (al-mutaqûn)  dan mana orang-orang yang membangkang (al-mu’tadûn).

Secara umum, akhlak yang dimaksud di sini adalah akhlak kepada Allah, akhlak kepada sesama manusia, dan akhlak kepada lingkungan. Namun, akhlak kepada sesama manusia maupun kepada lingkungan sesungguhnya juga didasarkan kepada panduan Allah. Jika akhlak kepada manusia dan lingkungan dijalankan sesuai dengan panduan Allah, maka akan terwujud keharmonisan hidup yang paripurna. Dengan menjadikan ketetapan-ketetapan Allah sebagai koridor, maka tidak akan ada perbedaan-perbedaan substansial. Perbedaan-perbedaan yang terjadi, bukanlah perbedaan yang menyebabkan pergaulan mengalami kesulitan. Bahkan sesuatu yang belum terjadi pun bisa diketahui, sehingga bisa mempersiapkan diri untuk menghadapinya.

Semua aturan main kehidupan yang ditetapkan oleh Allah kepada para rasulNya merupakan koridor untuk membangun akhlak yang mulia. Orang-orang yang mengikuti panduan hidup tersebut juga akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik dibandingkan orang-orang yang tidak memiliki panduan hidup dari Allah. Sebab, dengan panduan tersebut, mereka akan menjadi ummat yang terarah dan bisa membangun peradaban yang lebih tinggi, lalu menjadi yang terbai (khairu ummah). Wallahu a’lam bi al-shawab.

Leave a Reply